Pengikut

Total Pembaca

Cari Blog Ini

Diberdayakan oleh Blogger.

About me

Melancong dari satu kota ke kota lain adalah kesukaanku. Melihat keindahan alam, mendaki gunung, main di pantai dan mengunjungi situs-situs budaya. Semua kisah perjalanan itu, kutulis dan kurangkai dalam blog pribadi.

Semoga isi dari blog ini menginspirasi dan memberikan informasi yang berguna.

Laman

Like us on Facebook

Si Hijau di Pekarangan Rumah




Melihat postingan-postingan salah satu teman di media sosial tentang pola hidup sehat yang Ia jalanani, sangat menginspirasi saya. Foto-foto sayuran segar, jus sayur dan jus buah bertebaran di beranda akun facebook miliknya. Sejak saat itu saya seperti seorang fans, yang setia menantikan foto apalagi yang akan Ia posting. Apalagi saya termasuk orang yang kalau makan harus ada sayurnya. Dalam seminggu belum menyantap sayur atau pun buah, sariawan mulai bersarang di mulut saya.

Minggu lalu 5 Maret 2017, saya berkesempatan berkunjung ke rumahnya di kawasan Gading Serpong. Dari Jakarta saya naik commuterline menuju stasiun Rawa Buntu. Ia adalah teman lama saya, 9 tahun yang lalu kami pernah bekerja di perusahaan yang sama. Saya memanggilnya Bu Jeanny, pukul satu siang saya tiba di kediaman Bu Jeanny. Ada yang berbeda dengan penampilannya, kalau dulu Bu Jeanny terlihat overweight tapi kini penampilannya lebih langsing, segar dan sehat. Naluri blogger saya haus akan informasi dan sampailah saya di sini.

Kami duduk di meja makan, saya mulai mengulik rahasia kesuksesannya menurunkan berat badan dan pola hidup sehat yang Ia jalani. Sambil menyantap pecel Bu Jeanny menuturkan, hal yang memotivasi untuk menurunkan berat badan adalah putra bungsunya. Saat itu putra bungsunya di usia yang mulai berjalan dan berlari. Karena kelebihan berat badan Bu Jeanny merasa cepat capek dan ngos-ngosan saat mengejar putranya yang lari ke sana ke mari. "Waktu itu Nanny nya udah nggak kerja, jadi kalau saya mau pakein baju anak terus lari-lari, saya yang mengejarnya ngerasa cepat capek dan ngos-ngosan," cerita Bu Jeanny.

Bu Jeanny bertekad untuk menurunkan berat badannya. Olahraga teratur mulai Ia jalani, tapi meskipun rajin nge-gym nyatanya berat badannya belum juga turun. Usahanya kemudian ditambah dengan mengontrol pola makan, mengurangi karbohidrat dan gula. Dalam kurun waktu satu tahun, Ia berhasil menurunkan berat badan dari 88 kilogram menjadi 58 kilogram. Bu Jeanny berusaha menerapkan hidup sehat dengan memperbanyak konsumsi sayur dan buah, serta mulai mengganti sarapan nasi dengan buah. Untuk memenuhi kebutuhan sayur dan buah, Ia memilih jenis organik. Sampai akhirnya ada ide dari sang suami, untuk menanam sendiri sayur dalam sistim tanam hidroponik di pekarangan rumah.

Siang itu, Bu Jeanny mengajak saya melihat langsung sayuran segar yang Ia tanam di pekarangan rumahnya. Kami naik ke lantai dua, begitu pintu dibuka indera penglihatan saya langsung menangkap deretan sayur-sayur segar di atas pipa paralon. Hidup di kota besar memiliki pekarangan rumah yang terbatas, tak menghalanginya untuk bisa menanam sayur. Balkon di rumahnya kini disulap menjadi kebun sayur.

Sayuran aquaponik seladah dan pakcoy

Awalnya Bu Jeanny menanam sayur dengan sistim yang sederhana, dengan menggunakan kemasan botol minuman bekas yang diisi air. Lalu mencoba dengan sistim tanam hidroponik dalam sekala besar. Pipa paralon dipasang vertikal bahasa kerennya adalah Hidroponik Vertikal Tower, dengan sistem ini dapat menghemat lahan dan bisa menanam sayur lebih banyak. Sayuran seperti  pakcoy, selada, kacang panjang, bayam pernah mengisi tower-tower hidroponik miliknya. Dari sistim hidroponik kemudian beralih ke sistim aquaponik, alasannya dalam aquaponik nutrisi untuk tanaman lebih alami yaitu menggunakan kotoran ikan.

Pada sistim hidroponik maupun aquaponik, tanah tidak lagi dominan digunakan sebagai media tumbuh. Sebagai gantinya dibutuhkan media lain seperti rockwool dan media tanam lainnya. Sistim tanam hidroponik dan aquaponik sangat cocok bagi yang memiliki lahan sempit, seperti kehidupan di perkotaan.

Dilihat dari sistim kerjanya aquaponik merupakan kombinasi antar hidroponik dengan budidaya hewan dengan air atau aquakultur. Hewan yang dimaksud tak lain adalah ikan. Jadi dengan aquaponik memungkinkan untuk memelihara atau mengembangkan tanaman serta ikan secara bersamaan, dalam satu tempat serta satu waktu. Dalam sistim aquaponik ini terjadi simbiosis mutualisme, tanaman mendapatkan sumber nutrisi dari kotoran ikan yang dialirkan ke tanaman. Sebagai gantinya ikan akan mendapatkan oksigen serta air yang bersih dari tanaman. Kotoran ikan dengan kandungan nitrat dan amonia ini bersifat toksin atau racun bagi ikan , namun sebenarnya kaya akan nutris jika dijadikan sumber hara bagi tanaman. Pada saat nitrat telah terserap oleh tanaman sebagai bahan makanan, di waktu yang sama tanaman menyuling air dari bahan berbahaya yang kemudian dialirkan kembali ke kolam ikan.

Kolam ikan sumber nutrisi untuk tanaman aquaponik

Asiknya saya bisa melihat langsung kebun aquaponik milik Bu Jeanny. Sayur pakcoy, kangkung dan selada tumbuh subur meskipun hanya diberi nutrisi dari kotoran ikan. Daunnya hijau tanpa lubang-lubang meskipun tidak pernah disemprot pestisida, sinar matahari yang menyinarinya setiap hari menjadikannya semakin tumbuh subur. Pipa paralon aquaponik ini bisa sekaligus menjadi pagar balkon lantai dua di kediaman Bu Jeanny. Ada pakcoy yang mulai tumbuh tapi ada juga yang siap panen, kalau kangkung sepertinya sudah siap panen semua. Yang paling menarik perhatian saya adalah daun mint yang tumbuh rimbun. Aroma khas dari daun mint akan tercium segar saat saya mulai mengkibas-kibaskan daunnya. Akarnya sudah menjulur ke mana-mana, saking rimbunnya akhirnya diberi pagar jaring-jaring. Berada di tengah kebun aquaponik ini rasanya tubuh menjadi rileks, mendengarkan gemericik air yang mengalir bisa membuat perasaan tenang. Memandang sayur hijau juga bisa menyehatkan mata, tak hanya bisa menyehatkan tubuh tapi juga rohani.

Barisan pakcoy siap panen

Kangkung siap panen

Media tanam yang digunakan Bu Jeanny dalam sistim aquaponiknya adalah rockwool, bentuknya seperti serabut padat dan sering digunakan sebagai peredam suara pada gedung. Saat proses semai, rockwool dipotong sesuai ukuran net pot kemudian diberi lubang untuk meletakkan bibit sayur. Net pot berisi bibit diletakkan di rak semai, untuk pecah benih dibutuhkan kurang lebih 3 sampai 5 hari. Kemudian dari pecah benih kurang lebih 7 sampai 10 hari kedepan akan tumbuh daun-daun muda, tunggulah sampai 4 lembar daun tumbuh barulah bisa dipindahkan ke pipa paralon. Di pipa paralon ini lah sayuran akan terus tumbuh,  setelah 3 minggu biasanya sayuran siap dipanen Sayuran yang pernah di tanam di aquaponik milik Bu Jeanny antara lain pakcoy, selada, kangkung, bayam. Kesibukan menanam sayur dan buah aquaponik ini dilakukan sendiri oleh Bu Jeanny dan suaminya.

Media tanam aquaponik: rockwool dan net pot

Dari balkon lantai dua, Bu Jeanny mengajak saya turun melihat kolam ikan yang terletak di teras rumah. Kolam ikan dengan ukuran 2 x 1,5 meter dan sedalam 1,5 meter ini diisi oleh ikan nila. Dari sini lah sumber nutrisi untuk tanaman dihasilkan, yang berwarnah hijau di rak-rak itu adalah ganggang. Ganggang dibudidayakan untuk makanan ikan. Jika ingin memberi makan ikan, tinggal menyiramkan ganggang ke kolam dan ikan-ikan siap menyantapnya. Tak perlu membeli pakan ikan, karena ganggang bisa dikembangkan sendiri. Selain menyehatkan tapi juga hemat biaya. Saat itu pompa airnya sedang diperbaiki karena tersumbat, pompa air digunakan untuk mengaliri air dari kolam ikan ke pipa paralon. Biasanya pompa air dinyalakan dari pukul 7 pagi sampai pukul 6 sore.


Pompa untuk mengalirkan air ke pipa aquaponik

Yang dinanti dari proses panjang ini tak lain adalah saat panen, sebelum pulang saya diperbolehkan memanen beberapa pot kangkung dan pakcoy untuk dibawa pulang. Sayur-sayur yang telah dipanen biasanya akan dijus bersama wortel, timun atau pun bengkoang. Sehat menurut wanita yang gemar traveling dan mengikuti event lomba lari ini adalah investasi untuk hari tua, karena itulah Ia selalu menjaga pola makan dan hidup sehat serta olah raga. Tetap rutin sarapan buah dan minum jus sayur dari kebun aquaponik miliknya.

Jus segar sayuran aquaponik   Foto: Jeanny


Lihat dalam versi video ini:




Mengejar Bukit Langit


MENEMBUS MALAM, MENYUSURI JALAN MENURUN DAN MENANJAK, DITELAN KEGELAPAN. KAMI MENCARI JALAN MENUJU BUKIT LANGIT.

Liburan di Cilacap telah usai (BACA CERITANYA DI SINI), tapi masih ada satu destinasi lagi yang harus kami kunjungi sebelum kembali ke Jakarta. Sore itu, dari kediaman Om Ristanto kami diantar menuju pool bis Efisiensi. Jadwal keberangkatan bis dari Cilacap menuju Yogyakarta pukul 4 sore. Sebenarnya kami hanya sampai di kecamatan Karanganyar kabupaten Kebumen, tapi tarif bis yang harus kami bayar sama dengan kalau kami turun di Yogyakarta yaitu sebesar Rp. 90.000. Saat membeli tiket, kami bilang ke petugas tiket bahwa kami minta dirutunkan di alun-alun Karanganyar, tapi ternyata rute bisnya tidak lewat alun-alun, mereka bilang nanti akan diturunkan di perempatan lampu merah Karanganyar. Tak perlu mengaret lama, kurang lebih pukul 4 sore bis meninggalkan pool, meskipun penumpangnya tidak penuh.

Saya duduk disamping Nisa sedangkan Elvi duduk bersama Andis. Untuk mengisi waktu saya dan Nisa saling bercerita tentang banyak hal, sedangkan Elvi dan Andis asik mengisi teka-teki silang. Lumayan masing-masing penumpang diberi air mineral 600 ml, bis berAC ini terus melaju tapi mata saya terasa berat diserang kantuk. Baru saja memejamkan mata, Elvi sudah membangunkan saya "jangan tidur Mbak, sebentar lagi sampai". Ternyata bis baru saja melewati stasiun Gombong, beberapa kali ke Gombong naik kereta, Elvi masih hafal benar dengan stasiun Gombong. Kami terus memperhatikan jalan, saat melewati stasiun Kebumen saat itulah kami sadar kalau Karanganyar sudah terlewati. Andis beranjak maju ke arah supir dan kondektur, minta bis untuk berhenti. Ternyata mereka mengira kami turun di perempatan Kebumen, padahal dari awal kami sudah bilang turun di perempatan Karanganyar, bis menepi dan bergegas kami turun.

Lanscape Bukit Langit yang menawan

Di pinggir jalan saya memperhatikan sekeliling, di manakah posisi kami sekarang ini. Adzan Maghrib terdengar berkumandang, diseberang jalan ada rumah makan Padang. Rupanya Elvi kebelet buang air kecil dan buru-buru menuju rumah makan Padang bersama Nisa. Mata saya tertuju pada dua laki-laki duduk di atas motor tak jauh dari kami berdiri, mereka menjadi sasaran kami tempat bertanya. Saya dan Andis menghampirinya, Andis bertanya jarak alun-alun Karanganyar dari sini dan apakah masih ada kendaraan umum menuju Bukit Langit yang terletak di Desa Giripurno tepatnya di Dukuh Kembangabang RT.01 RW.03 Kecamatan Karanganyar, Kabupaten Kebumen Jawa Tengah. Suasana kini mulai gelap, rasanya sulit menemukan kendaraan umum menuju Bukit Langit saat malam hari. Tiba-tiba muncul ide di kepala saya kenapa kami tidak naik ojek saja, "Mas nya bisa ngojekin kita nggak? tapi kita butuh empat motor," seketika itu tawaran saya lontarkan. Gayungpun bersambut, mereka bersedia mambantu kami. Sebenarnya dari alun-alun Karanganyar ada kedaraan umum langsung ke Bukit Langit, itu jika kami sampai di alun-alun Karanganyar sebelum pukul 4 sore. Ditengah-tengah obrolan kami ada tukang ojek bapak tua menghampiri, sudah ada tiga motor pikir saya. Sayangnya mereka tidak tahu persis lokasi Bukit Langit, jadi mereka memanggil satu orang lagi teman mereka. Wow dari tampangnya sangar betul, ada tato di lengannya kepalanya pun plontos tak berambut.

Sudah lama berdiri saya baru tahu kalau kami berada di depan gudang semen, obrolan masih terus berlanjut seputar cara menuju Bukit Langit. Saya minta izin untuk numpang sholat Magrib, salah satu dari mereka mengantarkan saya ke ruang kantor mereka. Usai sholat saya menemukan Elvi, Andis dan Nisa berdiskusi soal tarif ojek yang harus kami bayar. Laki-laki berkepala plontos bilang Bukit Langit jaraknya 4 km dari sini, mereka mendatangkan satu orang lagi yang katanya tahu betul lokasi Bukit Langit. Diskusi panjang berakhir dengan kesepakatan ongkos ojek yang harus kami bayar Sebesar Rp. 70.000 perorang. Sebelum hari makin malam dan hujan turun, bergegas kami meninggalkan gudang semen. Elvi di depan bersama ojek yang tahu jalan, kemudian disusul ojek yang ditumpangi Andis, saya, Nisa dan satu motor mengiringi kami di belakang.

Dari jalan raya iringan motor mulai masuk ke pemukiman penduduk, ojek yang ditumpangi Elvi terlalu cepat melaju dan beberapa kali kami harus tertinggal jauh di belakang. Motor terus melaju ditelan kegelapan malam saat melewati jalan setapak di tengah sawah. Dan yang tak disangka kami harus melewati jalan menurun dan menanjak. Ojek yang saya tumpangi tampak cemas ketika melewati jalan menurun yang curam, beberapa kali terdengar kata "waduh...waduh!" Ia tampak kahwatir motor metik yang dikendarainya tak mampu berjalan mulus. Di tengah perjalanan kami harus membeli air mineral untuk persiapan kemping, syukurlah masih ada warung yang buka. Beberapa jalan yang kami lewati tampak licin, hal ini menyulitkan manakala jalanan menanjak. Ojek yang Elvi tumpangi sempat terpelesat dan jatuh, untunglah tidak sampai cidera.

Pukul 19.30 kami sampai di rumah ketua RT.01 Dukuh Kembangabang, ojek meninggalkan kami setelah menerima ongkos yang kami bayar. Kami disambut oleh Pak Sarno, untuk bisa kemping kami harus mengisi buku tamu dan membayar biaya kemping sebesar Rp. 5.000 per orang. Ternyata ini rumah paling akhir di Dukuh Kembangan, di depan adalah jalan menuju lokasi Bukit Langit. Setelah urusan administrasi kami lengkapi, Pak Sarno mengantar kami menuju lokasi kemping. Suasananya gelap gulita, kami harus menyalakan headlamp atau senter. Butuh waktu 30 menit untuk bisa sampai di lokasi kemping, dengan trek sedikit menanjak. Pak Sarno sempat kaget begitu tahu kami datang dari Jakarta, padahal objek wisata ini baru dibuka secara umum bulan Desember 2015 tepatnya dua bulan yang lalu. Media sosial lah yang membuatnya cepat dikenal dan yang mengantarkan kami sampai di sini. Ditengah obrolan Pak Sarno sempat bertanya di mana kami kenal dengan tukang ojek tadi, ternyata salah satu dari mereka dikenal sebagai preman.

Pak Sarno mengajak kami beristirahat di gubuk bambu, senternya Ia arahkan ke depan pada jalan setapak. Ia menunjukkan jalan ke puncak untuk menikmati sunrise esok hari, kami dilarang melewati jalan pintas yang mengharuskan menginjak rumput. Setelah cukup beristirahat, kami beranjak mengikuti Pak Sarno ke lokasi kemping. Daypack dan carrier mulai kami turunkan dari punggung, kami memeriksa sekeliling kami dengan senter. Karena lokasinya terlalu sempit jadi kami perlu hati-hati saat berbatasan langsung dengan jurang yang belum ada pagar pengamannya. Setelah menemukan tanah datar, kami mulai mendirikan tenda. Udara terasa panas tak ada semilir angin yang bertiup, tapi kabut perlahan-lahan mulai naik. Dua buah tenda sudah kami dirikan, Andis merebus air untuk membuat cokelat hangat. Sebelum tidur kami hanya menghabiskam malam dengan ngobrol di dalam tenda, ikan bakar dan udang yang kami bawa dari Cilacap akhirnya kami santap tanpa nasi. Tak terasa malam mulai larut jam menunjukkan pukul sebelas malam, dan rintik hujan mulai turun. Tak ada yang bisa kami lakukan selain tidur untuk memulihkan tenaga. Entah pukul berapa hujan mulai berhenti, saat tengah malam ada pengunjung lain yang datang untuk kemping.


Tak sia-sia perjuangan sampai ke Bukit Langir, kalau pemandangannya menyejukkan mata

Kami tidak lupa bangun pagi untuk melihat sunrise Bukit Langit, setelah sholat Subuh saya bergegas keluar tenda. Kami berkenalan dengan tetangga tenda kami, mereka berempat datang dari Cirebon. Tak ingin membuang-buang waktu bergegaslah kami berjalan menuju puncak untuk menikmati sunrise. Hujan semalam ternyata menyisakan jalanan yang becek, kami harus hati-hati karena tanahnya licin. Kerlap-kerlip lampu dari rumah penduduk terlihat di lembah, udara segar khas pegunungan berhembus membalut tubuh kami. Untuk sampai di puncak, kami harus melewati jalan menanjak dengan bantuan tali tambang. Puncak memiliki area yang tidak terlalu luas, di sana ada bangku bambu untuk duduk menikmati sunrise. Sayang sekali cuaca mendung, sunrise yang kami tunggu tidak terlihat, hanya ada langit yang sedikit memerah.

Jalan menuju puncak Bukit Langit

Puncak Bukit Langit, spot terbaik untuk menyaksikan Sunrise

Kami duduk di bangku bambu menikmati panorama alam Bukit Langit yang menyejukkan mata. Dari kejauhan, tampak warna tenda kami yang mencolok di tengah-tengah rimbunan hijau. Bukit Langit merupakan objek wisata alam yang menyuguhkan lanscape dengan pemandangan barisan perbukitan, lembah dan tebing serta panorama langit yang indah. Jika Bandung punya objek wisata alam Tebing Keraton, maka Kebumen punya Bukit Langit. Kami harus bergantian dengan pengunjung lain di puncak ini.

Karena masih tergolong baru, maka fasilitas di sinipun masih minim. Tebingnya pun belum diberi pagar pengaman, hanya beberapa tempat yang dipagari bambu ditambah tulisan peringatan. Jam telah menunjukkan pukul 6 pagi. Suasana di sini semakin terang, pemandangan Bukit Langit jadi terlihat jelas. Kami belum berniat beranjak dari sini, masih duduk di pinggir tebing ditemani teh panas dan biskuit. Kumpulan awan putih semakin mempercantik lanscape Bukit Langit, dari kejauhan terlihat ada pelangi di langit yang mulai cerah. Sungguh, panca indera kami dimanjakan dengan panorama yang menakjubkan ini.

Tak pernah bosan memandang lembah

Barisan perbukitan dan awan putih, benar-benar memanjakan mata

Nisa nggak pernah bosan memandang ke depan

Pengunjung mulai banyak berdatangan, rata-rata diantara mereka adalah muda-mudi. Sama hal nya dengan Tebing Keraton di Bandung, di sini pengunjung ramai datang saat pagi. Selain udaranya yang masih sejuk, belum terik terkena matahari , rata-rata juga ingin melihat sunrise. Setelah puas dengan Bukit Langit, kami kembali ke tenda. Sebelum pukul 8 kami harus membongkar tenda dan segera meninggalkan lokasi kemping, kami tidak ingin ketinggalan angkutan desa yang katanya hanya sampai pukul 9 pagi.

Masih sepi pengunjung, hanya ada tenda kami

Bongkar-bongkar tenda, siap kembali ke Jakarta karena liburan telah berakhir

Di rumah Pak RT kami melapor untuk pulang, syukurlah masih ada tumpangan mobil yang akan mengantarkan kami ke Karanganyar. Di angkutan umum kami harus berbaur dengan ibu-ibu yang akan ke pasar. Mobil mulai melaju melewati jalan berliku dan menurun, kami hanya dikenakan ongkos Rp. 7.000 per orang. Siang itu, 8 Februari 2016 kami mengakhiri liburan Imlek dan kembali ke Jakarta menggunakan bis.

Siap pulang dengan angkutan desa menuju Karanganyar



Menuju Bukit Langit dari Karanganyar Kebumen

Rute termudah menuju Bukit Langit bisa dimulai dari alun-alun Karanganyar, ini Karanganyarnya Kebumen ya bukan Kabupaten Karanganyar Jawa Tengah. Jika kita tidak membawa kendaraan sendiri, dari alun-alun ada angkutan umum langsung ke Bukit Langit.

Untuk rute yang membawa kendaraan pribadi, dari alun-alun Karanganyar ke Timur sampai ketemu simpang lima desa Candi, kemudian ambil jalur tengah atau menuju Utara sampai ketemu tugu Canonade. Kemudian ke Utara sampai ketemu pertigaan dan belok kanan. Ikuti saja jalan sampai ketemu SD 3 Giripurno, kemudian menuju Timur sampai ketemu gardu dukuh Kembangabang.
Informasi tentang Bukit Langit bisa tanya ke Pak Udin Prayitno ketua RT.01 di 081383217036 atau Pak Sarno 085810444255.

Belajar Videography Bersama Rasuna Creative Center

Kini bisa lebih mudah membuat video dari ponsel. Buatlah naskah, mulai syut dan edit hasil syut menggunakan aplikasi yang diinstal dari play store.

Sabtu lalu 21 Januari 2017, saya terlalu bersemangat bangun pagi. Meskipun batuk dan pilek melanda, tapi tak menyurutkan langkah kaki menuju The Bridge Function Room, Hotel Aston Rasuna Jakarta. Ini kali kedua saya datang kemari dan kali ini untuk mengikuti Workshop Short Travel Videography 2.0. Saya sudah pernah ikut workshop seri 1 yang diadakan oleh Mas Teguh Sudarisman, sedangkan ini materi lanjutannya.

Workshop Short Travel Videography 2.0     Foto: Johan Alwi

Bagi saya ikut workshop yang diselenggarakan oleh Rasuna Creative Center ini pastinya berguna banget. Ada banyak ilmu yang dibagikan, rahasia-rahasia yang diungkapkan dalam membuat travel video. Di sini peserta diperkenalkan tips & trik videography, latihan syut video behind the scene "how Aston Rasuna works" dan mengedit video hasil liputan. Workshop ini diikuti oleh para blogger dan beberapa staf hotel Aston Rasuna. Semuanya praktis hanyak bermodalkan ponsel.

Kurang lebih pukul 8.30 workshop dibuka oleh Mas Teguh Sudarisman, kemudian Bapak Muhammad Isa Ismail selaku General Manager hotel Aston Rasuna memberikan kata sambutan. Dalam sambutannya Bapak Isa menyampaikan bahwa kita sedang mengikuti revolusi yang lombatan-lompatan dunianya begitu cepat. Dulu kita hanya mengenal foto, foto blog, travel blog dan sekarang ada video blog disingkat menjadi Vlog.


Tips & Trik Syut Video

Masuk kedalam materi workshop Kang Dudi Iskandar memberikan tips & trik syut video. Dalam paparannya Kang Dudi mengatakan bahwa seorang Vlogger harus memiliki kemampuan mengoperasikan ponsel, mampu mengedit, membuat naskah dan mampu menyebarkan atau mengunggahnya ke media internet. Perlengkapan penunjang dalam Vlog yang utama tentunya ponsel, tripod, monopod/tongsis, steady camp, remote control/tomsis, holder tripod dan microphone tambahan, sedangkan voice recorder bisa dijadikan alternatif.

Hal terpenting lainnya dalam mensyut video lakukan secara close up muka, close up aktivitas, wide shot, side shot, over the shoulder shot. Tipsnya adalah setiap syut 10 detik, jika tidak menggunakan tripod tahanlah napas, karena saat kita tarik napas tubuh kitapun bergoncang hal ini bisa mengakibatkan video menjadi goyang atau shaking. Untuk menghindari video yang goyang ambillah video secara cut to cut. Cek hasil syut, kita bisa mengulangi jika ada yang shaking atau kita kurang puas.

Kang Dudi memberikan materi

Vlog akan semakin menarik karena setiap video bisa kita tambah dengan tulisan. Tulisan hanya sekedar memberi keterangan pada hal-hal yang tidak tampak pada video. Gunakan bahasa lugas, tepat dan tidak berarti ganda. Hindari bahasa formalitas seperti bahasa di tv. Gunakan kalimat aktif dan bahasa tutur. Tulis dengan kalimat pendek dan simpel. Pilih struktur kalimat sederhana. Satu kalimat maksimal 20 kata. Kemudian hindari rujukan waktu dan tempat yang terlalu detail.

7 Hal yang Perlu Diperhatikan Saat Membuat Vlog:

1. Kenali Fitur  Kamera di Ponsel
    Sesekali cobalah mengeksplorasi fitur-fitur apa saja yang ada di kamera kita. Temukan di mana  letak pengaturan brightness, exposure, white balance dan sejumlah fitur lainnya.

2. Pilih Resolusi Tinggi
    Resolusi yang digunakan bisa disesuaikan dengan kebutuhan, bisa juga sesuai ponsel. Tapi rata-rata ponsel sekarang sudah dibekali dengan resolusi full HD.

3. Aturlah Jarak Ideal dengan Objek
    Kamera ponsel kebanyakan tidak dibekali lensa zoom maksimal. Jadi hindari pemakaian zoom, karena akan mengurangi resolusi gambar, usahakan mendekati objek atau saat editing gunakan fasilitas cropping.

4. Arah Cahaya
    Cahaya merupakan salah satu faktor penting untuk menghasilkan vlog yang optimal. Saat mengambil video dengan menggunakan cahaya matahari, objek jangan membelakangi datangnya cahaya atau biasa dikenal dengan backlight. Ketika cahaya kurang resolusi juga akan berkurang, kita bisa menambahkannya denga lampu LED.

5. Lensa, Pastikan Kondisi Bersih
    Periksalah kondisi lensa ponsel sebelum mengambil foto atau video, Karena mayoritas ponsel kameranya tidak dilengkapi pelindung lensa, disini kita dituntut untuk menjaga dan membersihkannya.

6. Mencoba Berbagai Sudut Pemotretan
    Cobalah mengambil foto atau video dengan berbagai angle berbeda-beda, dijamin foto atau video kita akan terlihat tidak monoton dan lebih kreatif.

7. Perbaiki dengan Sofware Olah Digital
    Jika kita masih kurang puas dengan hasil video yang kita ambil, sah-sah saja jika kita ingin mengedit intensitas cahaya, warna dan komposisi yang mungkin tidak terjangkau dengan kamera ponsel. Kita bisa mengeditnya dengan aplikasi yang diinstal gratis dari ponsel, seperti aplikasi Snapseed.


Latihan Membuat Video
 
Saatnya memprakteknya apa yang telah dipaparkan oleh Kang Dudi. Perlengkapan yang disiapkan diantaranya ponsel, tripod/tongsis, microphone, charger atau powerbank. Pastikan kapasitas internal memory atau external memory di ponsel kita cukup untuk menyimpan hasil syut.

Peserta workshop dibagi menjadi empat kelompok. Kelompok 1 syut aktivitas check in hingga tamu masuk kamar. Kelompok 2 syut aktivitas housekeeping membersihkan kamar hotel. Kelompok 3 syut aktivitas kitchen sampai penyajian makanan ke tamu Mezza Resto. Kelompok 4 syut aktivitas spa salon. Masing-masih flow syut video akan diperankan oleh model, nah modelnya dari staf hotel Aston Rasuna kecuali kelompok 1 modelnya adalah Mbak Marcellina. Masing-masing kelompok juga dipandu oleh group leader, supaya latihan berjalan dengan tertib.

Saya kebagian kelompok 1 bersama Mbak Myra dan Mas Syaifuddin, Mas Teguh sebagai leader dan Mbak Marcellina sebagai model. Kurang lebih pukul 9.30 kami meninggalkan The Bridge Funtion Room dan menuju lokasi syut masing-masing. Di lobby hotel dan receptionist suasana masih ramai oleh tamu yang check in dan check out, jadi kami belum bisa memulai syut.

Mas Teguh mengawali syut dengan kata "1.2.3 mulai," Marcellina sebagai tamu turun dari mobil kemudian disambut oleh bellboy untuk membukakan pintu dan membantu membawa koper. Karena latihan ini serius sampai-sampai pihak hotel mendatangkan mobil hotel sebagai properti syut. Kami berbaris sejajar untuk mengambil video, kemudia tamu melewati security check dan masuk ke lobby hotel. Sampai di sini, adegan diulang untuk mendapatkan hasil yang lebih optimal. Syut dimulai lagi dari tamu berjalan dari arah pintu menuju receptionist, nah di sini bagi yang ponselnya dilengkapi microphone tambahan berguna banget. Karena percakapan antara receptionist dan tamu pastinya terekam lebih jelas. Saya sebagai peserta jadi ikutan bersemangat, melihat model dan para staf hotel yang terlibat sangat menjiwai dan total memperagakan naskah syut yang telah dibuat. Saat welcome drink, tamu duduk di lobby dan staf hotel memberikan minuman kemudian cut.


Check in di hotel Aston Rasuna


Peserta berbaris di bawah tangga siap mensyut tamu dan bellboy menuruni tangga menuju lift. Saat melewati Mezza Resto Bar & Lounge, bellboy menunjukkan tempat untuk breakfast kemudian cut. Terkadang posisi sangat menentukan untuk menghasilkan video yang close up, saat mensyut tamu masuk ke lift posisi saya ada di pinggir pintu lift, karena keterbatasan gerak alhasil saya nggak bisa mensyut saat tamu masuk ke lift.

Di kamar hotel syut dimulai dari bellboy membuka pintu dan tamu masuk. Tamu duduk dan bellboy membuka korden, menjelaskan fasilitas-fasilitas yang ada di dalam kamar. Kemudian bellboy menyerahkan kunci kepada tamu, menanyakan apakah masih ada yang kurang jelas? Dan pamit meninggalkan kamar.

Bellboy menjelaskan fasilitas hotel kepada tamu

Syut dimulai lagi dari tamu berjalan ke tempat tidur dan mulai merebahkan diri. Lagi-lagi posisi saya sepertinya kurang pas, video yang saya hasilkan terhalang lemari. Untunglah adegan ini diulang jadi saya bisa mengambil video secara close up. Sebagai penutup latihan, adegan yang disyut adalah tamu keluar kamar menuju balkon menikmati view dari ketinggian lantai 32. Di sini angin berhembus cukup kencang, tantangannya adalah bagaimana menghasilkan video yang tidak goyang. Seru ya, sampai nggak berasa satu jam sudah terlewati. Kami meninggalkan lokasi syuting, beranjak menuju ruangan workshop.


Mengedit Video

Untuk mengedit video hasil latihan, peserta hanya menggunakan ponsel android. Sudah menginstal aplikasi editing PowerDirector, Legend dan Quik. Materi editing disampaikan oleh Mas Teguh Sudarisman.

Dengan PowerDirector kita bisa menyatukan potongan-potongan video. Membuang atau memotong video yang tidak diperlukan, menambahkan tulisan, mengatur intensitas cahaya dan memberikan latar musik. Kita bisa menggunakan latar musik yang tidak berlisensi, bisa download dari www.freemusicarchive.org atau www.bensound.com.

Aplikasi Legend dan Quik bisa digunakan untuk membuat opening dan ending video. Seru banget, semua peserta mengotak-atik videonya menggunakan ketiga aplikasi tersebut. Ada hadiah menarik untuk 3 peserta dengan video terbaik. Dan ini video saya hasil latihan proses check in di hotel Aston Rasuna, masih harus banyak berlatih lagi terutama dalam mengatur cahaya.




Ikuti terus workshop-workshop yang diselelenggarakan oleh Rasuna Creative Center. Supaya nggak ketinggalan info, like fanepagenya di facebook. Yang utama dalam vlog adalah gambar tidak goyang dan suara jelas dan bersih, selamat mencoba.

Menuju 2050 MDPL Puncak Ungaran

Bermain-main dengan awan. Foto: Aldani


MENDAKI GUNUNG JANGAN LIHAT BERAPA KETINGGIANNYA, TAPI PELAJARILAH MEDANNYA.

Cuaca tampak cerah ketika mobil yang membawa kami dari stasiun Poncol Semarang, memasuki basecamp Mawar jalur pendakian Gunung Ungaran. Suasana tampak sepi, hanya beberapa orang terlihat di sekitar camping ground. Hal pertama yang kami cari adalah Riyan, kami janjian di sini untuk mendaki bersama. Saya dan Abdi mengurus SIMAKSI dan membayar biaya sebesar Rp.5.000 per orang. Kebetulan basecamp sepi, masih ada waktu untuk bersih-bersih. repacking dan membagi beban logistik.

Kurang lebih pukul 11.00 kami bersembilan, saya, Dwi, Muly, Nur, Tio, Anis, Dani, Abdi dan Riyan mulai meninggalkan basecamp. Kami sepakat akan berjalan santai selama pendakian, kemudian berjalan mengikuti Riyan. Pohon pinus menghiasi sepanjang jalur pendakian,  20 menit berjalan sampailah kami di pos 1. Pos disediakan untuk beristirahat, kami pun tak menyia-nyiakannya meskipun hanya untuk makan cokelat. Melanjutkan perjalanan memasuki  hutan heterogen dengan trek masih landai.


Istirahat bagian dari perjalanan yang menyenangkan, melemaskan otot-otot kaki sambil tarik napas

Kami sampai di pos 2, sebuah bangunan beratap seng dan beristirahat di sini. Cepat sekali untuk menemukan pos 2 pikir saya, jaraknya kurang lebih 30 menit dari pos 1. Meninggalkan pos 2, trek masih landai. Suara gemuruh air dari pipa-pipa yang terpasang di pinggir jalan menggundang perhatian saya. Sampailah kami di area terbuka, sebuah pertigaan menuju perkebunan teh. Dari landai, trek berganti mulai menanjak dan berbatu kerikil. Jalannya lebar, beberapa kendaraan motor berseliweran. Petak-petak perkebunan teh menjadikan pemandangan yang menyejukkan mata, lumayan buat menghilangkan kebosanan. Beberapa orang mendirikan tenda di sini. Kami berjalan mengikuti papan petunjuk arah menuju puncak yang terpasang di pertigaan Promasan. Saya, Muly, Dwi dan Nur sempat tertinggal rombongan karena terlalu lama berfoto di sini.


Jalan Terjal Menuju Puncak

Meninggalkan perkebunan teh, jalanan semakin menanjak. Sesekali pandangan saya masih mengarah pada hamparan pucuk-pucuk daun teh. Bonus kali ini adalah hijaunya hamparan perkebunan teh. Treknya menanjak bukan pada tanah miring, tapi kami harus menaiki tangga-tangga dari batu. Dari batu ukuran kecil hingga berukuran besar.

Bukan hal mudah untuk melewati trek berbatu. Beberapa kali saya harus meraih batang pohon untuk pegangan sebelum kaki menaiki batu atau pegangan erat pada akar pohon yang menjalar. Bahkan tangan mencengkeram erat batu dan kaki mulai menaiki batu lainnya. Baru satu jam berjalan rasanya sudah ngos-ngosan, saya lihat Nur mulai keletihan. Saya mengulurkan tangan membantu Nur menaiki batu. Riyan masih setia menemani yang tertinggal sedangkan Abdi berjalan di depan diikuti yang lain.

Kami masuk ke hutan rapat tapi trek masih berbatu, sepertinya trek akan berbatu sampai puncak. Tio duduk di salah satu dahan pohon yang rendah, yang lainnya mengikuti cara Tio termasuk saya. “Buat video mannequin challenge bagus nih,” kata Tio. Akhirnya tidak jadi karena tidak ada yang mau mengambil video, tiga laki-laki Riyan, Abdi dan Dani sudah jalan duluan dan kami berenam mengikutinya. Kami berpapasan dengan rombongan yang habis turun dari puncak, sepertinya mereka tidak nge-camp di atas, terlihat dari daypack yang mereka bawa.

Banyak yang bilang kalau gunung Ungaran sangat cocok untuk pemula, mungkin karena hanya memiliki ketinggian 2050 mdpl. Tapi meskipun hanya memiliki ketinggian 2050 mdpl, jangan pernah anggap remeh. Treknya  yang berbatu bukanlah hal mudah untuk pendaki pemula, karena benar-benar menguras tenaga. Kebetulan kami mengajak Anis yang baru pertama kali naik gunung. “Iya, main ke pantai aja naik gunung capek,” itulah komentar Anis ketika kami tanya apa rasanya naik gunung. Beberapa kali Muly membantu Anis melewati trek terjal, meskipun sering terpeleset dan jatuh tapi Anis tampak masih bersemangat.


Semakin ke puncak jalur berbatu semakin sulit. Foto: Tiolas Melati

Kami sampai di area terbuka, tak ada pohon yang menghalangi pandangan mata. Dari tempat kami berdiri, panca indera saya tertuju pada dasar lembah hijau seperti savana, puncak bukit dan petak-petak rumah penduduk. Tio mengarahkan telunjuknya sambil berkata “kita jalan sejauh itu dari bawah,” sedangkan Anis hanya berkomentar “belum sampai puncak, sedikit lagi”. Angin bertiup kencang suaranya bergemuruh, kabut mulai datang dan menghalangi pandangan mata. Abdi, Riyan dan Dani sudah tidak ada di antara kami, mereka sudah melanjutkan perjalanan. Nur berjalan duluan dan kami menyusulnya.

Meskipun saya sudah tahu dari beberapa artikel yang saya baca bahwa trek gunung Ungaran berbatu, tapi sungguh saya tidak mengira bahwa trek berbatu ini akan dilalui sepanjang jalur pendakian.  Bongkahan batu besar seolah-olah menghalangi dan memperlambat langkah kami. Semakin ke puncak, batu-batu yang menghadang di depan ukurannya semakin besar. Kami berjalan di antara himpitan batu-batu besar ataupun merangkak menaiki batu. Jalurnya semakin terjal karena kemiringannya pun kurang lebih 45 derajat. Tak ada pemandangan selain batu-batu yang berserakan, sedangkan di atas kepala ada batu besar dan runcing tegak berdiri. Puncak sudah ada di atas pikir saya, tapi napas semakin ngos-ngosan, energi saya sudah mulai terkuras habis.


Trekking melewati jalur berbatu, rasanya lutut mau copot

Tertatih-tatih kami melewati jalan terjal berbatu, Dwi dan Nur berjalan di depan. Sesekali pandangannya menoleh ke belakang menunggu kami yang berjalan semakin pelan. Sampailah kami di atas dengan selamat, pekik Allahuakbar terdengar dari suara Muly. Dia terlalu senang akhirnya bisa sampai puncak dan melewati jalan terjal berbatu.


Kehilangan Jejak

Di puncak ini pemandangan indah yang kami lihat di bawah tadi justru semakin jelas terlihat. Puncak yang memiliki area cukup luas untuk mendirikan empat sampai lima buah tenda. Sekilas pemandangan batu-batu yang berserakan di atas puncak, mengingatkan saya pada Stone Garden yang ada di Padalarang Bandung. Kemudian pandangan saya tertuju pada pergerakan awan putih yang menggumpal di bawah. Lagi-lagi kami terlalu asik, sehingga tidak menyadari akan keberadaan tiga laki-laki dalam robongan kami.

Angin bertiup semakin kencang, kabutpun sudah menghalangi pandangan mata. Ada rasa kahwatir dalam diri saya karena di puncak ini tidak ada tempat berlindung. Kami berenam berjalan ke tengah, hanya ada satu tenda kuning berdiri di sana. Dan kami sudah menebak itu bukan tenda milik Abdi, Riyan ataupun Dani. Lalu di mana mereka? cepat sekali mereka berjalan. Di bawah tadi Tio melihat Dani ada di puncak ini. Wajah-wajah cemas dan kesal mulai terlihat di antara kami. Dari angin yang bertiup kencang dan kabut yang mulai menyelimuti, kini butiran air mulai menetes mengenai tubuh saya. Saya mulai menggigil, buru-buru saya keluarkan jas hujan dan mengenakannya.


Berdiri di puncak sambil menikmati panorama indah awan dan perbukitan. Foto: Aldani

Kami masih berdiri penuh kebingungan sambil menebak di mana mereka mendirikan tenda. Teriakan panggilan nama Dani, Abdi dan Riyan sering kami pekikkan, tapi yang dipanggil tak pernah menyaut. Tio yakin kalau mereka ada di puncak sana di balik batu,  lalu pandangan saya tertuju pada batu besar yang ada di atas. Lagi-lagi puncak ditandai dengan berdirinya batu besar. Setelah berdiri di puncak tapi masih ada puncak lagi, sedangkan fisik mulai melemah. Mungkin ini yang namanya puncak Botak, sedangkan puncak yang di atas baru puncak Ungaran.

Tio mulai berjalan ke arah puncak, saya menyuruh yang lainnya untuk naik supaya kami tidak terpisah lagi. Kabut mulai tebal dan menghalangi pandangan. Saya mengikuti langkah Tio tapi baru setengah perjalanan, samar-samar Tio meneriakkan sesuatu ke arah saya. Sayang suara itu hilang terbawa angin sebelum telinga ini berhasil menangkapnya. Entahlah apa yang ingin Tio sampaikan, tak lama Tio muncul di balik batu. Tio tidak berhasil menemukan mereka, kami berbalik arah hendak turun. Dalam kondisi angin seperti ini yang kami butuhkan adalah tenda untuk berlindung, celakanya semua tenda ada pada laki-laki. Kami berpapasan dengan pendaki lain yang akan ke puncak, kepada mereka kami titip pesan siapa tau mereka bertemu dengan Riyan, Abdi dan Dani bahwa kami ada di bawah.


Puncak yang dipenuhi batu.

Belum jauh kami melangkah ada suara Riyan memanggil, ada perasaan lega karena tak perlu terlunta-lunta mencari tempat berlindung. Seketika itu juga Riyan dikeroyok pertanyaan “ada di mana sih kalian?” mereka ada di puncak dan sudah mendirikan tenda, syukur-syukur sudah ada teh panas dan nasi yang matang. Camping Area letaknya ada di balik tugu, Riyan membantu membawakan keril milik Anis dan Nur. Saya bergegas melangkah melewati batu-batu besar, Alhamdulillah setelah kurang lebih 5 jam berjalan melewati trek terjal berbatu, akhirnya sampai juga di tugu puncak gunung Ungaran.

Di balik tugu ada rimbunan pohon, saya bisa menarik napas lega akhirnya berhasil menemukan tenda kami setelah sebelumnya saya nyasar ke tenda rombongan lain. Saya menemukan Dani dan Abdi meringkuk di dalam tenda, yaa kami kira mereka sedang masak nasi atau membuat minuman hangat. Setelah sholat Ashar dijamak Djuhur kami mulai merebus air untuk membuat minuman hangat.


Angin Bertiup Sepanjang Malam

Angin terus bertiup kencang, tak mudah untuk menyalakan kompor. Hanya trangia yang mampu bertahan dengan api besar. Sudah ada teh, kopi, susu, sereal, cokelat panas siap untuk menghangatkan badan. Riyan bilang mendirikan tenda di sini aman saat angin kencang, tapi habislah kita klo hujan. Soalnya ini lembah tempat aliran air turun.

Untungnya flysheet terpasang rendah, jadi mampu menghalang angin masuk ke tenda. Tio bilang “jago nih yang pasang flysheet, tapi tidak dengan yang pasang tenda karena masih ada air yang rembes ke dalam”. Senja mulai beranjak mengejar malam, suasana berganti gelap sedangkan angin terus berhembus. Daun-daun membawa tetesan air dari kabut mengenai tenda, suara gemericiknya seperti hujan turun. Malam semakin syahdu, kami sudah sibuk menyiapkan makan malam. Dinginpun mulai menyusup menembus tulang, buru-buru jaket saya pakai sebelum badan menggigil

Tio, Riyan dan Dani duduk rapat membuat formasi untuk menghalangi angin mengenai kompor, di trangia ada nasi siap menunggu matang. Muly dan Dwi mengupas bawang, sedangkan saya dan Anis mengupas labu siam. Karena Nur sedang tidak fit, makanya dia hanya rebahan di tenda. Abdi hanya melihat aktifitas kami dari tenda, akhirnya kami panggil dengan sebutan Mandor.

Dani menyerah tidak kuat menahan dingin, dia buru-buru masuk tenda dan posisinya digantikan Abdi untuk menggoreng ayam. Nasi sudah matang tapi harus menunggu sayur matang, setelah sayur matang harus menunggu ayam goreng matang. Benar kata Riyan setelah semuanya matang nanti sudah dingin, ya sudahlah akhirnya kami buru-buru untuk makan lagi pula jam sudah menunjukkan pukul delapan malam.


Siap-siap masak untuk makan malam, yang lain keletihan di dalam tenda. Foto: Aldani

Malam semakin larut, kami sudah berada di dalam tenda masing-masing. Saya menyusup di antara Nur dan Dwi, meringkuk di dalam sleeping bag mencari kehangatan. Tak ada malam yang sunyi, gemuruh suara angin terus berhembus, gemericik tetesan air terus terdengar. Saya mulai memejamkan mata, berusaha tidur untuk menghilangkan letih.

Menjelang subuh saya terbangun dan tak terdengar lagi suara angin ataupun tetesan air. Suasana berganti riuh karena satu persatu dari kami mulai terbangun. Tio menawarkan untuk melihat sunrise tapi tak ada yang tertarik karena cuaca mendung.

Selamat pagi, kami keluar tenda untuk menghirup udara segar. Ketika terang saya bisa melihat dengan jelas di sekeliling saya. Kami seperti berada di hutan hujan tropis, dimana pohon-pohon ditumbuhi lumut dan udaranya lembab. Seperti berada di Bukit Raya yang ada di Kalimantan.


Mari berdoa semoga turun selamat, lupakan treknya karena ada view cantik di depan. Foto: Aldani


Turun Dengan Selamat

Pukul sembilan pagi, setelah sarapan kami mulai meninggalkan puncak. Cuaca tampak cerah, puncak tugu sudah dipenuhi rombongan laki-laki. Akhirnya kami memilih tempat lain untuk berfoto. Berdirilah di dekat tebing, maka ada gumpalan awan putih yang indah di bawah. Saya buru-buru mengabadikannya dengan smartphone yang saya bawa sebelum awan gelap datang. Cuaca memang cepat sekali berubah dan anginpun mulai bertiup kencang. Di sudut lain, terlihat puncak gunung Andong, Merbabu dan Merapi di antara gumpalan awan putih.


Nur dan Dwi turun duluan disusul Riyan dan Abdi, saya pun tak ingin berlama-lama di sini segera beranjak untuk menyusul mereka. Saat turun sama sulitnya saat mendaki, tidak ada pilihan selain melewati jalan terjal dan berbatu. Kabut semalam menyisakan batu-batu yang basah, tanah yang becek dan licin. Terkadang saya harus duduk dulu supaya kaki bisa menyentuh dasar.


harus hati-hati karena keselamatan adalah hal utama. Foto: Aldani

Anis mulai kepayahan menuruni batu dengan keril yang dia bawa, akhirnya Abdi membantu untuk membawanya. Meskipun sudah berjalan tanpa beban, nyatanya Anis masih sempoyongan. Entah sudah berapa kali dia harus terpeleset dan jatuh. Kami harus mengajarinya cara mencari pijakan kaki supaya tidak terpeleset. Hujan mulai turun dengan lebat, butiran-butiran airnya mengenai wajah dan kami harus mengenakan jas hujan supaya badan tidak terlalu basah. Nur, Dwi, Abdi dan Dani sudah terlalu jauh berjalan di depan. Saya masih menemani Anis menuruni batu, sedangkan di belakang masih ada Tio, Muly dan Riyan yang berjalan santai. Saat turun kami harus bergantian dengan rombongan lain yang akan naik. 

Tiga jam berjalan sampailah saya di kawasan perkebunan teh. Ada yang aneh dengan sepatu yang saya pakai, ketika saya cek aaahh ternyata sepatu ini sudah tak mampu lagi diajak berjalan jauh. Saya menggantinya dengan sandal jepit yang saya bawa. Untungnya trek sudah landai, jadi saya bisa mempercepat langkah. Sambil lari-lari kecil saya mulai meninggalkan gunung Ungaran menuju basecamp Mawar. Selamat tinggal Ungaran, semoga suatu saat bisa kembali.


Tak pernah ada jalan menurun jika tak pernah didaki


Cara Menuju Gunung Ungaran:

Gunung Ungaran di Semarang Jawa Tengah dapat ditempuh melalui tiga jalur yaitu jalur Jimbaran atau basecamp Mawar, jalur Gedong Songo dan Jalur Medini atau Promasan. Sedangkan kami memilih jalur basecamp Mawar.

Jika Anda berasal dari Jakarta, bisa naik kereta api tujuan stasiun Poncol atau stasiun Tawang Semarang. Cara termudah menuju basecamp Mawar adalah dengan menyewa mobil. Kami menyewa untuk pulang pergi dengan biaya Rp. 700.000 sudah termasuk supir, BBM dan tiket tol, lokasi penjemputannya di stasiun Poncol Semarang. Di stasiun Poncol sendiri banyak yang menawarkan sewa mobil, pintar-pintarlah untuk menawar.

Alternatif lainnya dari stasiun Poncol atau Tawang menuju terminal Terboyo naik mikrolet, dari Terboyo ganti bis tujuan Ambarawa atau Salatiga mintalah turun di daerah Tegal Panas atau Rumah Sakit Ken Saras atau Pasar Babadan. Kemudian bisa memilih moda trasportasi mikrolet menuju pasar Jimbaran. Dari Pasar jimbaran ke basecamp  Mawar bisa ditempuh dengan ojek.

Mencicipi Laksa Betawi

Tak harus orang Betawi untuk bisa membuat laksa yang enak  
Potongan ketupat itu Ia masukkan ke mangkok, ditambah tauge, mie soun, beberapa potongan oncom dan daun kemangi, kemudian disiram kuah kari panas. Supaya tauge dan yang lainnya layu dan matang, beberapa kali laki-laki tua itu harus menuangkan kuah kari ke mangkok kemudian menumpahkannya kembali ke dandang. Menuangkan kuah kari ke mangkok dan menumpahkannya lagi ke dandang. Sabtu siang itu, Kakek sedang meracik 6 mangkok laksa pesanan kami.

Laksa Betawi yang kental bumbu

Sekarang saatnya saya mencicipi laksa buatan Kakek. Kuah karinya kental dengan bumbu, rasanya gurih. Aroma jahe dan kemirinya pekat terasa di lidah saya. Meskipun laksa buatan Kakek tidak ditaburi bawang goreng, tapi wangi daun kemangi tetap membuat laksa ini beraroma lezat. Sebagai pelengkap, tambahkan sambal atau kecap manis. Saya menghabiskannya sebelum laksa menjadi dingin.

Meskipun usianya sudah 70 tahun, tapi tangannya masih cekatan meracik laksa untuk para pelanggan. Saat ditanya siapa namanya, si Kakek hanya memperlihatkan KTP nya, ooh ternyata nama Kakek Sajam Muhamad Chambari. Ia biasa dipanggil Ngkong, sesungguhnya Ia bukan orang Betawi. Kampung halamannya di Cilacap. Sebelumnya Kakek berprofesi sebagai buruh bangunan di Surabaya, kemudian tahun 1980 pindah ke Jakarta dan mulai berjualan laksa. Sudah 35 tahun Kakek berjualan laksa dan rasanya selalu enak, karena Kakek tidak pernah mengurangi bumbu, laksanya selalu dimasak dengan banyak bumbu. Awal berjualan semangkok laksa seharga Rp.50 tapi sekarang semangkok laksa seharga Rp. 10.000.

Masih cekatan meracik laksa tanpa asisten

Laksa enak Kakek saya temui di kawasan Setu Babakan, Srengseng Sawah Jagakarsa Jakarta Selatan. Laksa enak ini dimasak sendiri oleh Kakek. Pukul 6 pagi Kakek mulai mendorong gerobak dari kediamannya di Lenteng Agung Jakarta selatan menuju Setu Babakan. Sedikit sulit untuk menemukan warung Kakek, karena di Setu Babakan yang menjual laksa tidak hanya Kakek. Apalagi di gerobaknya tidak ada nama khusus sebagai penanda, hanya ada tulisan "Toge Goreng, Laksa". Bahkan ada yang menyebutnya laksa Pak Laksa. Sebagai patokan untuk menemukan warung laksa Kakek, lokasinya tak jauh dari mushola atau barisan sebelah kanan dari Galeri Batik.

Sambil menikmati laksa kami ditemani Kakek bercerita, giginya yang ompong membuat kami harus mencerna setiap kata yang diucapkannya. Karena rasanya yang enak, Kakekpun sering diundang membuat laksa di acara pesta pernikahan. "Dibawa pakai mobil ke kota," cerita Kakek dengan suara yang kurang jelas. Kakek juga hafal dengan para pelanggannya, biasanya warung Kakek akan ramai dengan pelanggan saat weekend. Kakek selalu menunggu kedatangan para pelanggannya "besok kayaknya mobil kijang itu datang, 5 mobil," kata Kakek. Besok Kakek akan membuat laksa yang enak untuk menyenangkan pelanggannya.

Heni tampak asik menikmati laksa, Mbak Lulu kayaknya kepedasan

Tapi bulan depan sebelum Ramadhan, Kakek akan pulang ke kampungnya di Cilacap. Laksanya akan libur selama sebulan. Kakek akan menjalankan ibadah puasa Ramadhan bersama istri dan anak-anaknya di kampung. Kamipun meninggalkan warung laksa Kakek dengan perut kenyang, setelah taxi yang kami pesan datang.


Catatan:
Cara menuju Setu Babakan bisa ditempuh dengan kereta api, berhenti di stasiun Lengeng Agung, dari stasiun bisa dilanjutkan denga ojek.


Menanti Senja di Pulau Nusakambangan

"Jika ingin backpacking ke suatu tempat, siapkan fisik dan mental. Ada banyak kejutan yang kita temui di perjalanan"
Sepotong senja Nusakambangan

Libur Imlek Februari 2016, Elvy mengajak berkunjung ke Cilacap. Sebenarnya ini rencana dadakan, jadi untuk mendapatkan tiket Kereta Api rasanya mustahil, tak ada pilihan selain naik bis. Kami janjian kumpul di terminal Kampung Rambutan Jumat pukul 9 malam, karena jadwal bis menuju Cilacap dari terminal ini hanya sampai pukul 9 malam . 

Pukul 8 malam saya tiba di terminal Kampung Rambutan, sedangkan Elvy masih terjebak macet di jalan Gatot Subroto. Seperti biasanya, jalanan di Jakarta Jumat malam luar biasa macet, apalagi menjelang long weekend. Sampai juga Elvy di terminal Kampung Rambutan, dari 7 orang yang akan ikut ke Cilacap ternyata 3 orang batal. Nisa juga sudah sampai, saya dan Elvy menghampirinya di luar terminal. Kami bertiga menunggu Andis yang entah terjebak macet di mana, menjelang pukul 10 akhirnya Andis datang.

Di dalam terminal, bis jurusan Cilacap sudah berangkat semua, tidak ada yang ngaret sampai pukul 10 malam. Alternatifnya kami akan naik bis jurusan Tasikmalaya, kemudian melanjutkan perjalanan menuju Cilacap. Di barisan bis yang parkir kami melihat ada bis jurusan Karangpucung, Andis dan Nisa mengecek peta di HP . Dilihat dari peta dan jika dibandingkan dengan Tasikmalaya, posisi Karangpucung lebih dekat dengan Cilacap. Akhirnya kami memutuskan untuk naik bis jurusan Karangpucung.

Kami masuk bis melalui pintu belakang, Andis meletakkan carriernya dan duduk di bangku paling belakang disusul Nisa, saya dan Elvy.

“Ini smoking area ya?” pertanyaan yang dilontarkan Elvy saat melihat ada penumpang merokok di bangku belakang.

“Oh my God! Andis, ini nggak ada AC nya,” tampak ragu-ragu Elvy melangkahkan kakinya.

“Nggak ada pilihan lain,” kata Andis “Kalian duduk aja di bangku 3 di depan,” lanjutnya.

Pukul 10 pagi kami tiba di terminal Karangpucung, untuk sampai ke Cilacap kami harus menyambung 2 kali naik micro bus, dengan waktu tempuh kurang lebih 1 jam. Sesampainya di Cilacap, ada Om Ristanto Heru Widodo yang menjemput kami. Setelah istirahat, mandi dan makan siang di rumah Om Ristanto Heru Widodo, bergegaslah kami menuju pantai Teluk Penyu.


Mari piknik agar hidup makin seimbang

Liburan di Cilacap, destinasi yang kami tuju adalah kemping di pulau Nusakambangan. Ada 6 orang dari komunitas Patrapala (Pertamina Pecinta Alam) Cilacap termasuk Om Ristanto Heru Widodo, dan 3 orang dari Basarnas (Badan Search and Rescue Nasional) Cilacap yang akan mengantar dan menemani kami. Cuaca di pantai Teluk Penyu siang itu tampak cerah, suasananya ramai oleh pengunjung. Kapal kayu berkapasitas 15 orang sudah bersandar di pantai, tapi kami harus menunggu Mbak Dian dan suaminya yang belum juga datang.

Menjelang pukul 3 sore kami meninggalkan pantai Teluk Penyu. Ombak di laut tenang, hampir tak ada riak yang akan menggoyangkan kapal. Semilir hembusan angin laut, menerpa membuat mata ini semakin mengantuk. 15 menit menyeberangi lautan, akhirnya kaki ini bisa menyentuh pasir putih pulau Nusakambangan. Komandan Heru, sapaan hangat dari Patrapala untuk Om Ristanto Heru Widodo menghitung jumlah peserta. Lengkap 13 orang dan kami berjalan masuk ke dalam hutan pulau Nusakambangan.

Awalnya saya kira begitu turun dari kapal sudah bisa menemukan area untuk kemping. Ternyata harus trekking ke dalam hutan Nusakambangan. Ini adalah pengalaman pertama saya menginjakkan kaki di Nusakambangan. Trek yang kami lewati didominasi jalan menanjak, kami sempat istirahat dua kali. Jalanan basah dan becek membuat kami harus berhati-hati melewatinya. Di tengah perjalanan kami menemukan pohon besar yang tumbang. Teman Basarnas bilang jika keluar dari Nusakambangan, pohon ini bisa berharga mahal seperti pohon jati. Namanya pohon Taun, salah satu tanaman khas endemik Nusakambangan.

Istirahat mumpung dapat signal HP 

Trekking menerobos hutan Nusakambangan

Pukul 04.30 sore, setelah trekking selama 1.5 jam menerobos hutan rapat, sampailah kami pada area hutan terbuka. Aroma khas laut mulai tercium, pasir putih dan birunya laut terpampang di depan. Di sinilah area kemping kami, pantai Kali Empat Nusakambangan Timur. Matahari masih bersinar di atas garis laut, posisinya tepat di depan kami. Di sini tempat yang tepat untuk menyaksikan sunset.

Tiga tenda sudah kami dirikan, Om Joko merebus air untuk menyeduh teh dan kopi. Meskipun hari masih terang, api unggun telah dinyalakan oleh teman Basarnas. Kami melewati sore dengan bercengkerama, memandang laut lepas dengan ombak bergulung dan pecah ketika menyentuh batu karang. Komandan Heru tak henti-hentinya melempar lelucon, kami terpingkal-pingkal dibuatnya.


Santai menanti senja

Hidden paradise

Perjalanan jauh membuat Elvy tak mampu menahan kantuk dan letih, ia telah tertidur di atas hammock. "Jauh-jauh dari Jakarta, hanya untuk numpang tidur," Komandan Heru mengomentarinya. Bagi kami, ini tempat yang tepat untuk berlibur dan melepas penat. Pantai yang sepi dan yang terpenting ada sumber air tawar untuk kebutuhan kami.

Matahari perlahan-lahan turun, sayang cahaya emasnya terhalang oleh awan gelap. Semburat kilau emasnya menebar di langit. Kami berlari mendekati garis pantai, duduk menikmati senja, merasakan lembutnya pasir putih, menatap setiap gulungan ombak yang datang silih berganti. Kemudian perlahan-lahan cahaya senja memudar, berganti gelap dan malampun datang. Komandan Heru memanggil kami untuk meninggalkan pantai, karena air laut mulai pasang.

Pantai Kali Empat Nusakambangan

Menikmati senja

Saat malam tak banyak yang bisa kami lakukan, hanya duduk-duduk sambil bergurau. Kami menikmati bekal untuk makan malam yang telah kami bawa. Sebenarnya jika air laut surut, kami akan diajak mencari kerang di sekitar batu karang, tapi air laut belum juga surut. Badan ini terlalu letih setelah menempuh perjalanan panjang, saya ingin beristirahat di tenda. Tampaknya cuaca malam kurang bersahabat, kilau petir terlihat di langit, angin berhembus kencang dan gerimispun mulai turun. Elvy dan Nisa yang awalnya akan tidur di hammock segera masuk ke tenda. Terpal yang tadinya dijadikan alas duduk, buru-buru dibentangkan dijadikan tenda. Entah pukul berapa hujan mulai berhenti, saya sudah terlelap karena letih.

Komandan Heru, di manapun dan kapanpun selalu melucu 

Cuaca kembali cerah keesokan hari, teman-teman telah disibukkan untuk membersihkan dan merebus hasil perburuan tengah malam. Ada banyak kerang mata kebo, beberapa ikan dan kepiting. Yang lebih ekstrim adalah tupai panggang hasil berburu teman Basarnas. Komandan Heru mengajak kami untuk menyusuri pantai, jauh-jauh dari Jakarta jangan hanya numpang tidur katanya. Selain kami yang datang menikmati liburan, pantai ini juga didatangi oleh warga yang hobi memancing. Setelah sarapan, kami mulai berkemas untuk meninggalkan pantai Kali Empat dan mengakhiri liburan di Nusakambangan.

Mengolah kerang mata kebo untuk sarapan

Menikmati setiap gulungan ombak yang datang

Semua orang tahu, Nusakambangan adalah sebuah pulau yang dikenal sebagai tempat terletaknya beberapa Lembaga Permasyarakatan berkeamanan tinggi di Indonesia. Tapi bagian Timur pulau ini terbuka untuk umum, kita bisa menikmati keindahan pantainya.

Santai sambil memandang laut lepas

Ikan Bayam, sayang sudah banyak lalat yang datang.

- Copyright © Jalan-jalan Asik - Skyblue - Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -